Thursday, August 24, 2006

Menulis dengan Hati, Menulis dengan Cinta Sama Dengan Menulis Produktif

"Mbak gimana caranya biar tetap semangat menulis?"
"Saya pengin nulis, tapi nggak ada waktu. Gimana dong?"
Kenapa saya lama sekali dalam menulis, padahal nggak sibuk?"

Pertanyaan seperti di atas seringkali saya terima dan saya dengar. Saya jadi berpikir kenapa muncul pertanyaa seperti itu. Karena menurut saya, menulis ya menulis saja. Selama kita senang menulis, berarti kita bisa menulis. Menulis dengan hati, menulis dengan cinta. Menulis apa-apa yang kita senangi, apa yang kita tahu persis, hingga membuat kita nggak berat hati menyamapaikannya. Mungkin itu yang diperlukan agar kita bisa terus menulis, dan terus menulis berarti menulis produktif -makin banyak karya, makin banyak kemungkinan buku yang terbit.

Berikut ini adalah trik-trik yang biasa saya lakukan agar bisa menulis dengan terus menerus.

1. Saya Siap Menulis Sekarang
Begitu ada keinginan menulis karena ada ide yang tiba-tiba melintas, turuti. Anda nggak mesti buka laptop atau duduk di depan PC untuk menulis. Cukup tuliskan apa yang Anda ingin tuliskan di PDA atau di kertas yang Anda bawa. Kalau itu pun nggak ada, tuliskan dalam bentuk pesan-pesan singkat (SMS) dan simpan di handphone Anda. Kalau itu juga nggak bisa karena malas ngutak-atik handphone, Anda sedang makan atau hang out dengan teman-teman di kafe, tulis di tissue. Nah, gampng, kan? Jangan cari alasan untuk nggak bisa, sesuatu itu jadi mudah kalau kita sudah punya niat yang kuat.

Baru begitu Anda punya waktu untuk menuliskan di laptop atau PC Anda, tuliskan dengan detail. Sekali lagi jangan biarkan ide yang melintas di kepala hilang begitu saja. Ingat, otak kita sangat lemah menyimpan ide-ide brilliant, kita gampang sekali lupa. Tapi bila sudah kita catat, kita bisa melihatnya lagi. Jadi, jangan biarkan ide bagus Anda layu tak berguna hanya karena kesalahan kecil.

2. Punya Jadwal Tetap
Anda sendiri yang bisa menentukan jadwal untuk menulis. Cari waktu yang luang, di mana anda tak terganggu oleh aktivitas lainnya. Saya punya jadwal rutin untuk menulis jam empat sampai jam lima pagi. Hanya satu jam, tapi rutin tiap hari. Nggak berat dan nggak pusing, hingga kadang-kadang nggak terasa novel saya sudah selesai.

3. Mulai dengan Sinopsis
Sebelum menulis dalam bentuk panjang, buatlah sinopsis. Ini membantu Anda berpikir jernih dan melihat segala kekurangan cerita saat sinopsis selesai dibuat, hingga Anda bisa langsung merevisinya. Sinopsis juga membantu Anda untuk fokus pada masalah, nggak ngelantur ke mana-mana.

4. Cari Referensi untuk Cerita yang Anda Tulis
Agar tulisan anda kaya, cari referensi yang banyak sebelum memulai menulis berdasarkan sinopsis yang anda buat. Bisa dari buku, film, cerita orang, browsing internet, musik, gaya hidup, atau apa saja. Ini membuat wawasan anda bertambah sehingga tulisan anda berkarakter dan berbeda-beda dari kisah-kisah sejenis.

5. Tentukan Penerbit yang Hendak Dituju
Ini penting agar anda sudah tahu gaya bahasa seperti apa yang mesti dipakai, masalah apa yang bisa diangkat, cocok enggaknya materi yang sedang anda garap. Untuk pemula, bisa membandingkan dulu dengan membaca buku-buku terbitan dari penerbit yang dimaksud. Jadi, anda punya wawasan tentang penerbit tersebut. Atau kalau memungkinkan, tanya dan telpon editor atau redaksi untuk tahu soal ini. Banyak bertanya banyak masukan, semakin jelas ke mana anda mengirimkan naskah anda kelak.

6. Buat Deadline yang Tegas
Kelihatannya sepele, tapi ini sangat penting. Sebelum mulai menulis pastikan anda pikir masak-masak berapa lama akan menyelesaikan proyek anda. Kalau anda menentukan 2 bulan, atau 3 bulan atau berapa lama, patuhi. Buat ini seolah-olah tugas penting dari bos anda yang membuat anda dipecat bila nggak anda penuhi atau buat hukuman untuk diri sendiri. Sebaliknya, bila terpenuhi kasih hadiah untuk diri sendiri. Cara ini terlihat sepele, tapi cukup ampuh membuat saya patuh pada deadline yang saya buat. Perkirakan pula tingkat kesulitan penulisan dan kemampuan yang anda miliki.

7. Editing
Setelah selesai tulisan anda, sekarang yang perlu dilakukan adalah editing--menyunting, membenahi karangan anda sendiri. Usahakan jangan ada salah ketik, perbaiki margin kiri kanan atas bawah dan juga jarak antar baris, periksa jenis huruf dan ukurannya---ilihlan yang standr agar mudah dibaca. Kalimat-kalimat yang bertele-tele bisa langsung dipangkas. Kata-kata yang menimbulkan banyak persepsi, bisa diganti dengan yang lebih tegas. Buat opening dan ending sebagus mungkin. Dua hal ini sangat penting karena tulisan kita akan diserahkan ke penerbit untuk dinilai, jadi jangan main-main sama pandangan pertama.

Bila penerbit sudah "nggak jatuh cinta" dari awal akan sulit bagi naskah anda untuk lolos. Bagian terakhir juga demikian, karena banyak juga editor senior yang membaca beberapa halaman pertama langsung loncat ke beberapa halaman terakhir untuk proses scanning (membaca cepat). Jadi, kalau anda sudah buat dua bagian itu bagus, kesempatan lolos lebih besar. Tentu saja nggak berarti yang di tengah-tengah boleh memble. Intinya semua bagian harus oke, tapi berikan tambahan prioritas pada opening dan ending.

8. Print Out
Bila sudah yakin nggak ada yang kurang dari tulisan anda, silakan print kemudian jilid yang rapi. Nggak perlu mewah, cukup diberi paper clip agar nggak berantakan kemana-mana. Sertakan sinopsis, biodata anda, dan bila memungkinkan kelebihan anaskah anda dibandingkan dengan buku-buku yang ada di pasaran serta segmentasi pasarnya. Buat semanis mungkin seperti iklan agar jualan anda ini (naskah) cepat laku. Setelah itu, masukkan semuanya dalam amplop yang rapi dan kirimkan ke penerbit. Bisa diantar langsung atau dikirim via pos. Bila dikirim via pos, pastikan anda mengisi semua kolom pengiriman dan tujuan untuk mengecek bila ada apa-apa, misalnya kiriman anda nggak sampai atau nyasar ke tempat yang salah. Nggak perlu disertai softcopy atau file untuk menghindari penyalahgunaan, kecuali anda sudah kenal dengan pihak yang anda kirimi. Biasanya file ini baru diperlukan kalau naskah anda sudah diputuskan terbit.

9. Doa
Meskipun ini nggak ada hubungannya dengan kinerja penulisan, sebelum menyerahkan ke penerbit jangan lupa berdoa agar naskah anda cepet lolos dan juga laku di pasaran. Karena berdasarkan pengalaman, saya sendiri suka bingung dengan novel-novel saya. Ada novel yang saya perkirakan bakalan cepat seleksinya, ternyata lama dan saya berharap laku karena penggarapannya yang luar biasa rapi dan bagus, ternyata lama banget nggak beranjak dari cetakan pertama. Tapi ada juga novel 'kecelakaan' yang bahkan saya pernah berpikir diterima syukur, ditolak ya nggak pa-pa karena sudah tulisan zaman dulu, ternyata seleksinya cuma seminggu dan malah jadi bestseller. Saya terus ingat, oh yang novel seleksinya cepat dan laku, saya sempatkan berdoa dulu. Ha..ha..mungkin ini hanya sugesti saya, tapi nggak ada salahnya berdoa. Bahkan mungkin sebelum anda mulai menulis.

10. Jangan Menunggu, Mulai Menulis Lagi
Bila sudah menyerahkan naskah ke penerbit atau media, konfirmasikan sudah diterima atau belum bila pengiriman via pos. Selanjutnya, jangan menunggu. Proses menunggu naskah lolos atau nggak ini bisa membuat anda bete. Karena seleksi naskah, terutama di penerbit besar bisa 6 bulan sampai 1 tahun, lebih-lebih kalau penulisnya belum pernah dikelan, wah bisa lebih lama lagi.

Jadi, mulailah menulis lagi, tapi anda tetap harus rajin menanyakan kabar naskah anda ke penerbit. Sebulan sekali cukup lah, karena kalau terlalu sering editor bisa bete juga sama anda dan anda dipersilakan mengambil naskah anda dengan hormat. Nah, berabe, kan?

Saat mulai menulis lagi sambil menunggu kabar dari naskah anda sebelumnya, buat tulisan dengan masalah yang berbeda dari tulisan yang sudah ada buat. Usahakan yang lebih menarik dan selamat kembali mengikuti proses kerja seperti awal.

Terus semangat menulis dan semoga bermanfaat.

Tulisan ini diambil dari makalah yang diberikan oleh Mbak Ari Wulandari (Kinoysan) pada Seminar Penulisan "Kiat Menulis & Menerbitkan Buku" tanggal 2 Juli 2006.

Tuesday, August 22, 2006

Penulis Baru....Minggiiiiiiiiiiiir!!!

"Aduh!!!! Sulit sekali menulis!!" Demikian keluhan salah satu temanku saat dia ingin menulis sebuah cerita.

"Wah, mereka kan penulis besar, pantes dong kalau kita kalah dalam lomba menulis itu," yang ini salah satu ungkapan pesimis dari temanku saat karyanya tidak menang dalam sebuah lomba.

Tapi, apa benar, karena kalah senior dan karena kita penulis pemula, maka karya kita kalah oleh para penulis senior yang lebih berpengalaman.

Saya jadi ingat pernah membaca wawancara yang dilakukan sebuah media internet dengan Ratih Kumala, pemenang 3 Lomba Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2003.
Saat itu, Ratih bukanlah siapa-siapa. Karyanya yang berhasil menjadi juara ke-3 pada lomba menulis itu merupakan karyanya yang pertama berjudul "Tabula Rasa".

"Yang jelas senang. Nggak nyangka bisa menang, apalagi dengan saingan yang lebih berpengalaman di bidang nulis. Sedang aku, terdengarpun nggak. Kadang-kadang bertanya-tanya sendiri juga; kok bisa ya aku menang?" jawab Ratih saat ditanya bagaimana rasanya bisa memenangkan lomba menulis novel Dewan Kesenian Jakarta.

Ratih sendiri juga tidak secara khusus mempersiapkan novel tersebut untuk diperlombakan di lomba menulis novel DKJ itu.

Awalnya, Ratih menulis novel itu tanpa motivasi apapun. Hanya karena ingin menulis, maka Ratih mulai menulis. Perlahan-lahan, dengan tekad yang kuat, Ratih melalui segala proses dalam penulisan novel Tabula Rasa tersebut selama 1 tahun 8 bulan. Saat menyelesaikan novel itu, Ratih meminta teman-temannya untuk membaca dan memberikan komentarnya. Di saat itulah ada seorang temannya yang menyarankan agar mengikutsertakan "Tabula Rasa" ke Lomba Menulis Novel DKJ dan akhirnya novel tersebut berhasil keluar sebagai juara 3.

Nah, siapa yang bakal menyangka kalau Ratih yang bukan siapa-siapa dan tak punya karya apapun bisa keluar sebagai juara 3 di lomba menulis bergengsi yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta.

Jadi, bukan karena senior atau kenyang pengalaman menulis yang menentukan, tetapi lebih kepada bagus tidaknya karya kita yang akan menentukan.

Ratih sudah membuktikan bahwa dia bisa!! Sekarang.... giliran kamu!!

Kapan Penulis Bisa Kaya?

Aku banyak mendengar beberapa temanku mengatakan bahwa menjadi penulis itu adalah jalan yang sulit dan tidak menjamin untuk hidup. Beberapa dari mereka selalu tersenyum sinis jika aku berbicara tentang dunia kepenulisan.
"Siapa yang kaya dari menulis di Indonesia ini?" begitu seringkali mereka berkata.
Tapi aku tidak terlalu ambil perduli dengan apa yang mereka katakan, karena mereka adalah penonton dan di Indonesia ini pula, penonton hanyalah orang yang bisa berkoar-koar saja tanpa bisa berbuat apa-apa. So, terima saja omongan mereka klo kita suka, klo tidak...ya campakkan saja!
Yang penting, kita sebagai orang yang mengaku penulis harus bisa membuktikan bahwa kita pun bisa hidup dari menulis. Caranya bagaimana? Ya...sering-seringlah menulis, kirim ke media cetak atau penerbit (jika tulisan kita berbentuk buku). Seranglah dunia ini dengan tulisanmu, niscaya kamu akan sukses dan kaya sebagai seorang penulis.

Salam,
Navo